Jumat, 10 Desember 2010

Menanti Hujan Reda dan Spirit Sayyid Qutb

Ba’da Magrib hampir tiba. Tapi hujan lebat yang mengguyur bilangan hertasning sejak sore ini, belum menampakkan tanda reda. Air yang dituang malaikat dari langit itu bahkan mengguyur lebih hebat. Larik-lariknya bak tirai putih yang digelar menutupi mulut beranda warung ini. Tatapan dibatasinya, meski ingin melihat-lihat suasana saja-bahkan, sekedar untuk mengeja singkatan nama perusahaan listrik negara, yang terpampang lebar pada dinding pagar di seberang jalan, tak bisa lagi.

Jumat, 04 Juni 2010

Warung Kopi, Facebook dan Menikah

Dinding langit di bagian timur masih samar. Gelap belum seutuhnya menguasai kota ini, namun laun-laun, pengunjung berdatangan. Kini, warung Kopi Marasa pelan-pelan sesak.

Seperti malam-malam sebelumnya, tempat ini memang selalu ramai. Namun tak biasanya, sedini ini. Jarum jam dinding yang dipajang di atas pintu menuju kamar mandi, baru menunjuk pukul 18.00. Itu adalah waktuku di warung ini. Memasung diri di atas salah satu kursi beranyam rotan yang diletakkan berpasangan sebuah meja di bagian depan. Yah, sebelum semuanya datang, dengan segala perbincangan, keluh dan kesah ke tempat ini. Aku berteman segelas kopi. Tak luput, “My Jihad”, satu buku dari sekian yang tersedia dalam rak terpajang pada ruangan dekat meja kasir. Itu selalu kubaca tiap ke warkop ini.
***
Malam ini, waktu rasanya berjalan lebih cepat. Aku belum memesan kopi. My Jihad, juga tak sempat kutengok. Tapi pengunjung telah lekas berjubel. Agh! Rasanya terdesak situasi. Aku lantas bergeser ke sudut bagian kiri ruangan. Dari sini, aku dapat mengamati seisi warung, dan menyimak saling silang perbincangan sesama penikmat kopi.
 

Minggu, 24 Mei 2009

Agh, pelik!

Sungguh, aku memahami, kita masing-masing memiliki sisi yang tak bisa dipahami oleh individu lainnya. Itulah hakikat kita diciptakanNya berbeda-beda. Karena itu pula kupahami, bahwa meski kita telah diciptakan dalam ruang yang sama, namun tak selamanya kebahagiaan itu dirasakan bersama.

Minggu, 19 April 2009

Perjalanan

Nampaknya, hujan baru saja berlalu. Aroma tanah basah bercampur aroma laut, meruap menembus kaca mobil. Bau yang masih kukenal, khas pesisir. Perlahan, mobil yang kami tumpangi memasuki jantung kota. Rasa antuk mendera, namun aku mencoba menelisik suasana.

Selasa, 14 April 2009

Usai

aku membelai wajahmu
hanya di jalan sunyi...
usai malam
kini usiaku rapuh...

Kamis, 19 Maret 2009

Mau Nulis Lagi...

Setelah lama tak menulis di halaman ini, sepertinya sebagian diriku telah hilang. Itu baru kusadari, setelah lama memendam  pikiran, dan kemudian terhenyak. Agh, kenapa aku tak menulis lagi. Apa yang mengungkung aku, hingga kebiasaan menoreh di blog, hilang.

Selasa, 02 Desember 2008

Malam, AJI, Teater dan identitas

Malam telah beranjak seperdua, namun mataku tak jua terpejam. Entah, apalagi sebab yang menekuk kantukku. Aku terus dalam pusaran terang. Sementara, angin Ac itu terus mendesir, berusaha menghempas nyamuk-nyamuk ganas yang emosi dan bernafsu tuk terus menggagahi seluruh tubuhku. Ugh! Malam yang malang. Aku hanya bisa merengkuh pada ketakberdayaan melawan pekat hitam di ruang hanya beralas secarik kain gorden jendela. Harusnya, aku ke rumah malam ini. Namun telah larut.