Jumat, 04 Juni 2010

Warung Kopi, Facebook dan Menikah

Dinding langit di bagian timur masih samar. Gelap belum seutuhnya menguasai kota ini, namun laun-laun, pengunjung berdatangan. Kini, warung Kopi Marasa pelan-pelan sesak.

Seperti malam-malam sebelumnya, tempat ini memang selalu ramai. Namun tak biasanya, sedini ini. Jarum jam dinding yang dipajang di atas pintu menuju kamar mandi, baru menunjuk pukul 18.00. Itu adalah waktuku di warung ini. Memasung diri di atas salah satu kursi beranyam rotan yang diletakkan berpasangan sebuah meja di bagian depan. Yah, sebelum semuanya datang, dengan segala perbincangan, keluh dan kesah ke tempat ini. Aku berteman segelas kopi. Tak luput, “My Jihad”, satu buku dari sekian yang tersedia dalam rak terpajang pada ruangan dekat meja kasir. Itu selalu kubaca tiap ke warkop ini.
***
Malam ini, waktu rasanya berjalan lebih cepat. Aku belum memesan kopi. My Jihad, juga tak sempat kutengok. Tapi pengunjung telah lekas berjubel. Agh! Rasanya terdesak situasi. Aku lantas bergeser ke sudut bagian kiri ruangan. Dari sini, aku dapat mengamati seisi warung, dan menyimak saling silang perbincangan sesama penikmat kopi.