Jumat, 18 Juli 2008

Yup, Masuk Kampus Lagi!


Pada pekan ini, tiga hari hanya kulalui sia-sia. Tak ada liputan. Rasanya setiap hari hanya makan angin, naik motor menyambangi setiap sudut pemukiman kumuh di kota ini. Setelah itu, kembali pula ke Warkop Anas, duduk-duduk, celoteh, lalu tak terasa waktu pupus, dan usiapun menguap. Huh...!!!

Malam ini aku memilik masuk kampus saja. Di tempat ini, aku selalu bahagia. Banyak tawa di sana. Lagi pula, sudah sepekan rutinitasku yang satu ini putus. Yup, aku harus menyambungnya lagi, menandangi sekretariat kawan-kawan di identitas Unhas, diskusi tentang apa saja, nonton baring, curhat, ataukah meruahkan kesumpekan dengan mencela adik-adik magang. Yah, aktivitas ini sepertinya membuatku meringankan sedikit beban hidup.

Ada yang mengatakan, bergaul dengan anak-anak muda selalu membuat hidup lebih muda. Adigium itu, nampaknya benar-benar telah kuaplikasikan dengan baik. Kampus selalu dinamis dan dialektis. Ragam frame berpikir di dalamnya, bebas, bahkan terkadang tak berbatas. Hanya di kampus aku bisa mendengar bahasa, "banyak jalan menuju surga". Sungguh-sungguh merdeka. Namun orang-orang di dalamnya tetap sadar, dalam pengetahuan ada episteme, aksiologi, serta ontologi. Sehingga, wacana tak pernah melesak, seperit anak panah lepas dari busurnya. Orang-orang juga tetap mengagungkan Allah Swt, dan meneladani Rasul-Nya dengan caranya masing-masing.

Tak bermaksud menghabiskan usia di kampus. Namun aku merasa, di tempat ini aku bisa mengungkapkan sesuatu yang tidak dapat kutuangkan dengan hanya menulis berita, merekam gambar dari berbagai angle, atau saat duduk di warung kopi.

Seperti malam ini. Tak sia-sia aku ke kampus. Setelah puas menderai tawa di ident, aku ke diajak salah seorang senior ke Iranian Corner. Lumayan, baca buku gratisan, dan tentu saja main internet gratisan, hehehehehe. Weits, lebih beruntung lagi, di sini aku bisa dapat pengetahuan tentang Mazhab agama yang banyak dianut di Iran. Apa bedanya ya, dengan rutinitas agama yang kujalani selama ini di Indonesia? Setidaknya-tidaknya, kekecewaan melompongya liputan bisa kututupi.
***
Uuuuuaaaaapssss........!!! Aku mulai mengantuk. Lebih baik kuakhiri saja celotehan ini. Agh!! omong-omong, ini malam Sabtu, besok akan tiba malam Minggu. Aku membayangkan, malam ini para anak-anak zaman telah bersiap menyambut malam panjang itu, memastikan rencana kemana bersama kekasih, menyiapkan modal untuk foya-foya, atau bahkan mengatur siasat, bagaimana merayu kekasih agar bisa disetubuhi.

Yup, malam minggu??!! Mungkin aku akan tetap ke kampus. Seperti biasa, pulang larut malam, trus lewat jalan di tepi danau.

Pernah hatiku menangis di jalan itu. Risauku menderu, akan seperti apa nasib generasi di zamanku ke depan. Setelah kusaksikan di dinding kanal panjang, berderet pasangan anak-anak kampus, berciuman dan bergeliat dengan lentik jari mereka. Ugh!! Seandainya buah dada itu berbunyi seperti gendang saat dicengkeram, maka aku yakin, malam Minggu di jalan dekat kampus itu, akan riuh suara tabuh.


Tamalanrea, 18 Juli 2008


Selasa, 15 Juli 2008

Lewat Kotamu Malam ini


Malam ini, aku melintas di kotamu. Dari balik kaca jendela mobil yang melaju, sepintas hanya kuamati riuh aktivitas kota mulai lengang. Namun lampu-lampu mercury masih keemasan menerangi jalan kulalui. Oya, di ujung jalan, dekat tanah lapang di pusat kotamu, juga masih nampak dua, hingga tiga gerobak penjaja kue terang bulan.

Meski ramainya mulai redup malam ini. Namun sepintas dalam benakku, sejak engkau memilih tinggal di sini, kota ini makin bersahaja saja. Ruh kehadiranmu seolah menggetarkan jantungya. Tak seperti kota itu, tempatmu dan teman-temanmu dulu bersenda dengan waktu. Kini sepi!

Berdegup rasaku, dan hatiku terpikat untuk menaut tali perjalanan....Semoga dibalik lorong sana, kau sedang berdiri di atas beranda, merasai bisikan angin bahwa aku sedang lewat malam ini, membawa seribu asa ke tanah tempat aku dilahirkan.

Ah, mungkin kelak aku akan benar-benar singgah..........

Kamis, 10 Juli 2008

Dari Redaksi

Siang tadi, aku kembali didesak oleh rekan, teman lama dari sebuah Majalah Wisata, meminta dibuatkan tulisan dari redaksi di majalahnya. Ia tiba-tiba muncul di Warkop Anas, dan menodongku. Wuuh! sungguh pekerjaan berat ditengah ikhtiar memburu liputan.

Dua tahun silam, bahkan kalau tidak salah setahun lalu malah, aku masih sempat terlibat menggarap majalah proyekan itu. Ya, waktu itu aku masih duduk dibangku kuliah. Biasalah, setelah berhasil menutupi uang SPP dengan hasil ’merampok’ beasiswa BBM sekaligus PPA, jadi mahasiswa kere, harus memikirkan lagi bagaimana mencari penghasilan sampingan untuk menutupi biaya hidup di Kota Makassar.

Jadi, ini soal bagaimana bertahan hidup di Makassar dan melanjutkan studi di universitas yang katanya, terbaik di kawasan timur bung! Aku terima saja. Tak kuduga, ia menawari lagi. Namun, karena aktivitas sebagai ’prajurit di sebuah media’, maka kupilih menolak, dan kutawarkan ke seorang sahabat di kampus.
Dari redaksi, aku tetap yang tangani. Dan, begini aku tulis :

Mari Kabarkan Potensi Wisata Tanah Air Kita!!

Setahun berlalu, tak terasa waktu kembali mempertemukan Potret Wisata (PW) dengan pembaca, pecinta dan penikmat wisata sekalian. Setelah tertatih-tatih menerbitkan edisi kedua tahun 2007 lalu, kini kami dari redaksi, kembali mencoba menjumpai pembaca dengan suguhan lokasi-lokasi wisata menarik dan natural, bahkan dapat memacu adrenalin.

Pada edisi tahun 2008 ini, ditengah hiruk pikuk silang pendapat, bahkan pertentangan secara politik pemilihan kepala daerah di segenap wilayah tanah air, khususnya di kawasan timur, PW tetap berusaha eksis dengan ‘genre’sendiri, yaitu menjadi corong wisata dengan ikhtiar menelusuri, serta mengangkat potensi wisata yang terdapat di Pulau Sulawesi, lepas dari jeratan kepentingan, apalagi tendensi politis.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, yang isinya didominasi lokasi wisata dari Sulawesi Selatan, kali kami akan mengajak Anda berkeliling Sulawesi dengan menyambangi sejumlah lokasi wisata lainnya di daerah Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Propinsi Gorontalo, dan Sulawesi Utara.

Kami akan mengajak pembaca budiman, tak hanya sebatas mengetahui lokasinya, tapi jauh dari itu, kami mencoba mengurai nilai-nilai dibalik objek, agar perolehan kenikmatan atas objek wisata tersebut utuh dirasakan pembaca sekalian. Melalui, objek wisata, kita dapat memahami arti sebuah anugerah Tuhan, merasai arti keindahan sesungguhnya, serta memahami arti sebuah perjuangan sejarah.

Meski demikian, kami sadari, edisi kali ini juga tidak serta merta akan memuaskan pembaca sekalian, karena masih memiliki kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharapa pembaca dapat mengerti, mengingat keterbatasan kami selaku manusia biasa.

Nah, mari kabarkan kepada dunia tentang potensi wisata tanah air kita. Selamat membaca..............

***
Hahahahaha! aku jadi malu sendiri. Mencoba menenggelamkan cita rasa tulisan tentang lokasi wisata yang belum tentu menarik dalam sebuah tulisan, dari redaksi.

Aku mengatakan, lewat majalah ini kami menghadirkan bacaan yang tak hanya menuntun pem baca pada soal bentuk fisik dan lokasi wisata. Tapi, lebih jauh kami akan menguak nilai dibalik objek itu.

Juga kukatakan, majalah kami hadir dan berpikir dalam dunianya sendiri, yaitu menyajikan potensi wisata kepada masyarakat, lepas dari segala kepentingan, apalagi tendensi politis. Padahal, aku sendiri belum tahu, apa benar tulisan dalam majalah PW kali ini demikian.
Agh! Rasanya, aku seperti mpu yang sedang menempakan seorang tidak tampan, sebuah topeng besi............

Siapa mau mungkiri, media saat ini adalah topeng para pemilik kapital, untuk melanggengkan kepentingan ekonomi dan politiknya yang di direduksi ke dalam kehidupan sosial, bahkan agama.

Perintis Kemerdekaan 4, 10 Juli 2004













Jumat, 04 Juli 2008

Anak Semua Bangsa Dari Jogya

Ada juga untungnya meliput SMPTN di Unhas siang itu. Kebetulan, saat melintas depan anak-anak Student Employ..., yang nangkring di lantai dasar Gedung Rektorat Unhas, tiba-tiba saja terdengar suara memanggil namaku."Ka Boim!", begitu ia teriak. Rupanya adik si A, tetangga si B di pondokan C, tempat bertandang kalau malam minggu, waktu masih kuliah.

"Kak, si adinda sudah balik dari Jogya. Sudah tahu, ya?! A menyergahku dengan nada tanya.

"Oya!? Kapan dia balik? Kok, tidak mengirim kabar lewat HP, sebait kalimatpun".Aku lalu balik bertanya.

Dan, A menjawab, "Tiga hari lalu",ungkapnya.

Kini, sudah kusempatkan singgah di pondokannya. Tadi malam, aku dan dia cerita panjang lebar tentang banyak hal, termasuk hubungan akrab, yang telah kujalin dengannya dalam setahun terakhir.

Seperti biasa, mengawali cerita kami, ia lebih dulu menyeduh teh, lalu disuguhkan di atas meja. Entah, apa sebagai bentuk penghomatan, atau sekadar memberi tanda, bahwa diskusi akan panjang malam ini.

Rupanya, ia akan sebulan di Makassar, menunggu hasil seleksi berkas, yang diajukannya untuk lanjut S2 di UGM, beberapa waktu lalu. Sambil menanti, rencananya ia akan kursus Bahasa Inggris di Makassar.Wah, planning-nya, mantap juga. Rasanya, sulit kusamai ikhtiar mencari ilmunya. Semoga kelak jadi orang besar sahabatku, saudariku kekasih Allah.

***
Tak banyak kata kulontarkan mengakhiri cerita malam ini dik. Terkecuali rasa terima kasih, tlah melengkapi koleksi buku Tetralogi Pram kupunya. Dulu, koleksi ini rasanya pincang. Aku hanya memiliki Bumi Manusia, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Kini, sempurna sudah dengan kadatangan, Anak Semua Bangsa, dari Kota Pelajar, Jogyakarta.......

Rabu, 02 Juli 2008

Teken Kontrak

Setelah setahun lebih mengabdi jadi stringer di RCTI, kini statusku berubah. Akhirnya, tepat pada hari Rabu, Tanggal 2 Juli 2008, aku resmi jadi salah satu kontributor Sun Televisi.

TV ini merupakan anak cabang televisi MNC Group. Tugasnya menyupali berita-berita dari kawasan timur ke tiga telivisi milik MNC Group di Jakarta, seperti RCTI, TPI dan Global TV.

Berlokasi di sekretariat Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Makassar, yang sekaligus menjadi kantor sementara Sun TV, aku dan beberapa rekan, sebagian diantaranya berasal dari daerah kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel), teken kontrak.

Tegang juga. Ada gusar dalam dada. Semacam kekhawatiran akan kapasitas, kemampuan pirbadi. Mumpunikah aku, melakoni pekerjaan ini. Kerjanya mobile mencari peristiwa, mengejar momen, berpikir keras mencari angle yang tepat, dan lain-lain.

Namun, pada akhirnya kusadari. Bahwa setidaknya, pekerjaanku meningkat dibanding sebelumnya. Dan, diantara para kontributor ini, saya termasuk termuda. Di bawah saya, ada Budi Yamin si pangeran Pasar Cidu. Usianya terpaut satu tahun setengah denganku. Selebihnya, adalah kalangan senior yang sudah beristri. Bahkan, mereka pada memiliki anak.

Bayangkan, bagi para senior saja, yang sudah memiliki usia terpaut jauh dari diriku, masih nekat menerima pekerjaan ini. Nah, bagaimana mungkin aku tidak.
Terlanjur beban sejarah kita pikul, dan profesi ini jalan bagiku untuk menapak jejak di negeri ini. Maka meminjam ungkapan salah seorang sastrawan Makassar, Muhari Wahyu Nurba, mari berjuang, kabarkan kebenaran pada setiap yang tak jelas berkata” …………..

Bunda, indoku tercinta, yang kusayangi setelah Allah SWT dan Nabi-Nya, enam tahun kuliah di Unhas, baru sebatas ini pekerjaan bisa kuraih. Ini takdir, namun bukan akhir dari perjalananku. Semoga doa-doamu tetap mengiringi………

Selasa, 01 Juli 2008

Ke Rumah

Siang ini, kutuntaskan lagi satu berita. Waktu beranjak sore, kupikir, saatnya pulang ke rumah. Kamera, Laptop merk Apple milik si bos, charge, kabel DV, Headset tua entah merk apa, semua kukemas, dan kumasukkan ke dalam tas. Aku ingin segera tiba di rumah. Mandi, makan malam, lalu membaca buku ala kadarnya, dan kemudian tidur.

Teringat perkataan teman dua hari lalu, di tengah suasana peliputan, ia nyeletuk lalu berkata, “Kita ini petualang, begitu lekat dengan pekerjaan ini, namun rumah tetap saja jadi akhir dari perjalanan”.

Rasanya memang demikian. Seperti malam ini. Aku tak tahu harus kemana.Dan, ke rumahlah aku kembali……..

Kenangan

Selepas meliput, dari Warkop Anas, aku langsung menyambangi kampus Unhas. Demi memenuhi undangan salah seorang yunior di organisasi kampus, untuk makan bareng. Motor butut keluaran 96 milik satu-satunya terpaksa kukebut, agar tak satupun momen terlewatkan.

Akhirnya, kali ini, aku masuk kampus lagi. Teringat masa-masa waktu masih kuliah dulu, saat masih lucu-lucunya membuat tugas kuliah, belajar berorganisasi, dan menguber gadis-gadis. Agh! Rasanya, ingin kuulang masa-masa itu.

Begitu banyak kisah, sangat majemuk rindu yang kuruah di kampus ini. Aku harap, masih ada menemaniku bercerita, tentang beribu kenangan yang terkulai di pelataran dan sudut-sudut kampus?